Sunday, November 15, 2015

'PlayStation VR Bukan Perangkat yang Ribet'

PlayStation VR Bukan Perangkat yang Ribet
Persaingan di industri game yang semakin sengit membuat Sony Computer Entertainment tak tinggal diam. Berbagai cara dilakukan guna meningkatkan daya saing, termasuk dengan menghadirkan perangkat virtual reality, PlayStation VR.

Hadir pertama kali dengan nama Project Morpheus, perangkat yang memiliki wujud layaknya headset ini kemudian berganti nama menjadi PlayStation VR di bulan September 2015 lalu. Layaknya produk baru pada umumnya, PlayStation VR pun digadang-gadang menjadi ujung tombak Sony ketika bersaing dengan para pelaku industri game lainnya.

"Kami di Sony berpikir bahwa PlayStation VR membawa pengalaman baru bagi konsumen dalam bermain game. Ini tentu sangat berbeda dengan game-game PlayStation saat ini (PlayStation 4 dan PlayStation Vita)," papar Deputy President of Sony Computer Entertainment Japan Asia, Hiroyuki Oda kepada sejumlah media dari Indonesia termasuk detikINET di ajang GameStart 2015, Singapura.

Dengan pengalaman yang berbeda tersebut, lanjut Oda, maka PlayStation VR diharapkan mampu merangkul gamer dari berbagai lapisan. Salah satu lapisan gamer yang menjadi incaran Oda adalah casual gamer.

"Berbeda dengan core gamer, casual gamer biasanya lebih menginginkan game-game yang ringan dan santai, dimana itu dianggap tidak ada pada game-game PlayStation 4 atau PlayStation Vita," terang pria berusia 52 tahun itu. 

"Tapi dengan PlayStation VR, semua kendali kami rancang sedemikian rupa sehingga mudah dan nyaman dimainkan oleh casual gamer sekalipun. PlayStation VR bukan perangkat yang ribet," imbuh Oda.

Hal senada nyatanya juga diutarakan oleh Nicholas Doucet, Creative Director dan Producer Playroom VR. Bersama dengan tim yang sama di balik game Playroom (PlayStation 4), Doucet mengaku bahwa judul-judul game virtual reality yang dikembangkan dibuat sesederhana mungkin.

Soal kontrol, Doucet mengatakan bahwa ia tidak ingin membuat ribet penggunanya. "Kami paham bahwa virtual reality ini masih belum sempurna dan kebanyakan dari pengguna masih mengalami gejalan motion sickness. Maka dari itu, daripada semakin membuat pengguna mual, maka kami mencoba untuk memudahkan pengguna," papar Doucet di kesempatan yang sama.

Diakui pula selain kontrol, tantangan terbesar dalam membuat game virtual reality adalah bagaimana caranya agar game ini bisa diterima oleh semua kalangan. Tak hanya gamer, tapi pengguna biasa, mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Source : Inet.detik.com

No comments:

Post a Comment